me vs maya

me vs maya
my novel

La Tahzan Perempuan Kuat

La Tahzan Perempuan Kuat
Untuk Semua Perempuan Kuat

Jurnal Sehat Emak

Jurnal Sehat Emak
Diet Sehat Ala Emak

Selasa, 13 Oktober 2015

Nadhira Mau Tidur Sama Bunda



Ketika tadi fitness, Trainerku bilang, "Kalau yang Nadhira anaknya peka dan perasaannya halus ya?"

Komentarnya dipidu ketika kemarin Nadhira ikut saya ke tempat fitness dan selama saya latihan dia memeluk dan mencium saya. Kebayang lagi latihan beban untuk kaki, dia meluk2 saya heheu

Beberapa hari belakangan, sejak dia merasa ayahnya selalu "menghilang" setelah dia dan kakaknya tertidur, Nadhira lebih memilih tidur bersama saya.

"Nadhira tidur sama Bunda aja," begitu cetusnya tiap diajak ayahnya tidur bersama kakaknya.

Well, mungkin seperti kata trainerku, hati Nadhira lebih halus.  Sebagai anak kecil, dia tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata bahwa dia tahu, ayah dan bundanya tidak lagi bisa jadi pasangan.  Tetapi dari sikap-sikapnya justru dia menunjukkan kalau dia tahu hal itu.

Beberapa kali komentar dia yang menginginkan kami pergi bareng (yang bisa dijawab dengan diplomatis oleh saya maupun ayahnya), sedang Naomi sendiri sudah cuek dan tidak lagi mempermasalahkan mengapa bubndanya tidak pernah mau ikut kalau mereka jalan keluar bersama ayahnya.

Well Nak, maafkan Bunda.  Tetapi Bunda janji, kekurangan yang ini Bunda tebus dengan terus berusaha menjadi ibu yang baik buat adik dan Kakak Naomi

Minggu, 30 Agustus 2015

Madrasah



Setelah bertahun-tahun menghindari madrasah sore untuk anak-anak, akhirnya saya memasukkan anak-anak ke sana. 

Sebenarnya saya merasa ilmu agama dan mengaji anak-anak baik-baik saja, toh selama ini mereka sekolah disekolah Islam, selalu ada pelajaran mengaji di sana, jadi mereka gak kudet kudet amat buat urusan agama.Hafalan ayat dan hadist mereka malah mengalahkan emaknya >_<

Tetapi ayah mereka merasa mengaji mereka kurang, saya dianggap lebih mementingkan ilmu dunia ketimbang ilmu agama.  Padahal sengaja saya masukkan mereka ke sekolah Islam, dengan pertimbangan mereka bisa dapet ilmu lain di luar jam sekolah.  Ternyata isi kepala bapaknya gak sama dengan pemikiran saya.  Prestasi Naomi yang bagus di sekolah (terakhir masuk rangking 4 saata kenaikan kelas dan bisa mewakili Kabupaten Blora di cabang seni silat tunggal putri di O2SN tingkat propinsi, tidak membuat bapaknya puas, anaknya harus mengaji rutin).

Masalahnya, sore itu kegiatan Naomi sudah full. Naomi ikut les mapel yang dia minta sendiri senin-kamis.  Sabtu sore renang, dan Minggu senin latihan silat.  Hanya jumat yang luang dan kebanyakan tempat ngaji justru libur kalau hari Jumat.

Belum lagi mulai September Naomi ikut latihan drum band disekolahnya, tiap hari Senin sore....jadi kalau ikut ngaji di TPA sore, tidak ada jamnya.  kalau dipaksakan les ditiadakan, Naomi sudah jelas menolak, karena memang saya juga sudah mulai kesulitan mendampingi Naomi belajar, sedang Nadhira maunya dia yang didampingi belajar.

Bapaknya? Mana mau tahu, tahunya merintah dan terima beres (khas laki2? yeah right)

Di sekolah Naomi ada TPA, masalahnya juga di jam belajarnya.  TPA mulai jam 3 sore, sedang jadwal les kalau tidak jam 2 siang ya jam 3.30 sore. Jelas susah.

Akhirnya,ada info jijka salah satu pesantren di sini membuka madrasah dengan jam belajar jam 6.30 malam sampai jam 7.30- 8.30 malam.  Dan itu satu2nya tempat ngaji yang pas untuk anak-anak dari segi waktu.

Naomi ditawarin, dia setuju.  Nadhira merengek ikut, Alhamdulillah diperbolehkan oleh pihak madrasah.

Beres?  Ya untuk urusan bagi waktu.  Tetapi saya harus jaga stamina anak2 karena mengajinya ini setiap hari, hanya libur di malam jumat.

Naomi pun diwanti2, "Kamu harus mulai bisa bagi waktu, Nak. Pulang sekolah langsung makan, kerjain PR dan sholat.  Kalau les jam 3.30 kamu harus tidur siang, bangun, mandi kemudian berangkat les.  Abis magribh langsung makan terus berangkat ke madrasah.  kalau kamu capek, pulang ngaji langsung sholat Isya terus tidur, belajarnya besok pagi habis Subuh."

Semoga kita konsisten ya,Kak!  Semangat!

Senin, 24 Agustus 2015

Nadhira said: "Kata Bunda kalau sholat, tivi harus mati"



Jujur yah, anak-anak memang pecinta film, karena adanya TV jadi ya film2 di tivi lah yang ditonton.  Memang dijatah sih, meski tidak 2 jam sehari.  masih dikasih kesempatan selama tidak mengganggu acara makan, belajar dan istirahat mereka.

Jadi kalau makan, Tivi harus mati. Naomi bisa sambil makan sambil nonton televisi.  Tetapi Nadhira tidak bisa.  Dia akan fokus sama layar kaya. Makanya TV harus mati kalau mereka makan, boleh lagi TV nyala kalau makan sudah selesai. Itu juga sampe satu program habis, kalau habis ya harus dimatikan.

Tidur siang, jelas tipi harus mati.  Mau pada alasan sambil tiduran nonton tipi, emaknya gak kasih.  Lagi-lagi kalau Naomi bisa, dia sih kalau ngantuk ya langsung tidur. Sedang Nadhira, kalau suasananya gak mendukung, dia gak bakal bisa tidur meski ngantuk berat.  Dan hasilnya, dia tantrum sepanjang sore sampai malam.  Itu kenapa tipi mati menjelang mereka tidur siang ataupun tidur malam. Emaknya nyalain MP3, kasih lagi lambat gitu, lama2 merem dah.

Sholat? Jelas! Apalagi Magribh, karena abis sholat dilanjut ngaji dan mengulang hapalan yang didapet di sekolah.  Tipi musti beneran mati total.

Nah tadi itu ada Film Frozen yang digilai anak-anak.  Pulang les, emaknya pulang ngegym, anak-anak langsung memohon diperbolehkan nyetel tipi RCTI yang memutar Frozen ituh.  Biasanya menjelang Magribh jelas mati tipi.  Tapi karena Frozen, emaknya ngalah.  Boleh tipi nyala, tapi begitu magribh kudu mati.

Nah begitu magribh, tipi dimatikan. Emaknya dan anak2 sholat.  Abis sholat, anak2 ngaji, nah selesai anaknya ngaji, gantian emaknya ngaji.  Naomi yang gak tahun pengen nglanjutin nonton Frozen, nyuruh Nadhira nyalain tipi.  Gaya Naomi pasang alibi, nyuruh adiknya yang melakukan, nanti kalau emaknya ngomel, dia pun bilang, "Bukan aku ya,itu adik." ^^;;

Nah beginilah percakapannya

Naomi : "Nyalain tipinya yuk, Dik."

Nadhira : "Gak boleh ya, masih Magribh."

Naomi : "Kan kita udah selesai sholat dan ngaji."

Nadhira : "Bunda masih ngaji ya, Kak. Gakboleh tipi nyala kalau ada yang masih ngaji."

Duh, saya dengernya malah gak konsen ngaji, keburu meleleh dan merasa bangga sama omongan si bungsu

Sabtu, 22 Agustus 2015

Sibling Itu Terus Ada



Yang namanya bersaudara, ya bakal terus sibling ya.

Nadhira, sebagai adik selalu ngintilin Naomi. Padahal si sulung ini kadang gak kepengen diikutin adiknya.

Naomi berangkat ke sekolah naik sepeda, dia juga maunya begitu.

Lahhhh masih TK, jelas emaknya gak ngasih! mana lokasi sekolah lebih jauh timbang sekolah kakaknya

Kakaknya ikut renang, dia minta, malah yang semangat berenang.  Lumayan lah, udah mulai menguasai gaya dada meski belum bisa satu lintasan.

Kakaknya udah ngerasain enaknya ikut silat, dia pengen ikut, ngerengek minta beliin seragam silat

Padahal emaknya pengen Nadhira ikut sanggar tari, secara anak ini suka nari.  Tapi ya ituuuu maunya kakaknya harus ikut juga.

Sedang Naomi males ikut sanggar tari

Jadinya ya gitu, Nadhira ikut apa yang kakaknya pilih

Sabtu, 15 Agustus 2015

Kompak Jahilin Emak




Ini foto mereka berdua berbulan-bulan yang lalu. Saat itu Naomi baru saja memulai lagi latihan berenangnya yang sudah berhenti berbulan-bulan yang lalu, sedang Nadhira sedang dikenalkan asyiknya berenang.

Itu di bulan Januari, sekarang sudah bulan Agustus, dan perlu waktu sebulan sampai akhirnya Nadhira bilang, "Aku mau latihan seperti kakak."

Prosesnya memang pelan banget.  Begitu Nadhira bilang ingin latihan berenang pun, pelatihnya tidak langsung mengajari dia berenang.  Nadhira masih dibiarkan bermain di kolam anak-anak, baru setelah itu diberikan pelampung supaya dia berani di kolam 1 meter.



Itu juga lumayan lama, baru bulan Juni kemarin dia berani melepaskan pelampungnya untuk berlatih meluncur.  Sekarang pun dia masih memperbaiki meluncurnya dan mulai berlatih gaya dada.

Nahhhh masalahnya, emaknya ini mulai tergoda buat berenang juga.  Akibatnya, kita bertiga nyemplung ke kolam.  Gara2 ini, duo Na  pun seakan kompak buat ngejailin emaknya.

Emaknya kan malu ya mentas2, jadi ngerendem aja di kolam pojokan bareng ibu-ibu lain, yang sama-sama belajar berenang. Nahhhh anak-anak sering mentas-mentas. Seakan merasa bebas dari pengawasan emaknya, Nadhira berkali-kali ngilang dari hadapan pelatihnya buat main-main di kolam pendek.  Sedang Naomi yang biasanya berani menembus kolam 3 meter tanpa mampir kepinggir, beberapa kali ketahuan mampir ke pinggir.

Daaaannnn mereka berdua tinggal teriak, "Bunnnnn ambil jajan yaaaa!" atau "Bunnnnn, bikin mie yaaaa!"

Emaknya yang sedang kosentrasi mengalahkan rasa takut supaya bisa meluncur dan mengerem, cuma bisa mengiyakan teriakan mereka.  Duhhhhh ogut dipalak dengan sukses ^^;;

Okelah tak apa-apa, entar kalau emaknya udah bisa berenang perlu ditata ulang kejahilan mereka

Rabu, 05 Agustus 2015

Naomi Dan Rasa Jealous



Naomi, sudah 9 tahun dan kelas 4 SD.  Kemaren-kemaren dia tidak pernah merasakan namanya kompetisi, harus fight atau to be number one.  Setiap masuk rangking 3 besar, dia cuma senang karena dapat hadiah dari gurunya.  Dia pun lebih senang taruhan saja, "Kalau aku rangking 1 dapat apa?" "Kalau aku juara satu (di suatu lomba), hadiahnya apa?"  Jadi cia cuma berburu hadiah, present hunter (Kog kayak emaknya ya, quiz hunter heheu)

Ketika kalah pun dia fun, saat rangkingnya turun pun dia cuek, yang penting naik kelas dan nilai-nilainya masih di kisaran 80-95 gitu dah.

Karenanya meski sepanjang tahun kemaren dia ikut di tim sekolah (di bagian colour guard), udah ikut juga mewakili sekolah di bagian silat kategori seni silat tunggal putri bahkan terakhir kemarin mewakili kabupaten di tingkat propinsi, dia masih sampai.  Seneng aja gitu dapet uang saku, tapi menang kalah bukan target dia.

Nahhhh kemaren dia ikut regu sekolah di lomba gerak jalan, dia ikut sendiri, menjalani dengan senang hati.  Sampai sehari sebelum lomba dia bilang ke emaknya ini.

"Alatra lo bun, diajak guru ke pendopo (rumah dinas bupati) buat ikut halal bihalal karena dia rangking 1," ceritanya.

Buat yang gak apal Naomi, itu pernyataan biasa.  tapi emaknya tahu, dia mulai jealous atas apa yang didapat temannya.  Padahal Altra termasuk sahabat dekatnya.

"Kenapa?  Kakak pengen diajak juga?" tanyaku sambil lalu.

"Iya, enak ya Bun ya," jawabnya.  Dia masih riang, tapi sepertinya sudah mulai jealous, perlu dilurusin ini.

"Nao, Bunda mau tanya, diantara kalian berdua, siapa yang sering ikut lomba di luar sekolah?" tanyaku.  Ini serius, Naomi harus belajar tidak semua yang dia mau itu dia dapat, tapi juga dia harus belajar berkompetisi dengan sehat.

Naomi diam lalu menghitung dengan tangannya.  "Aku sih kayaknya," jawabnya ragu2.

Kemudian kuajak dia berhitung.

"Waktu kelas 2, siapa yang dipilih ikut pentas nari di RSPD (radio punya pemda ituhhh)?" tanyaku.

"Aku."

"Ada Altra?" tanyaku lagi, dia menggeleng.

"Setelah itu, yang ikut nari pas bazzar di sekolah, siapa?  Naomi atau Altra?"

"Naomi."

"Oke, yang kelas 3 kemaren ikut lomba drumband, POPDA, O2SN siapa?  naomi atau Altra?"

"Naomi."

"Kelas 4 ini, yang ikut gerak jalan siapa?  Naomi atau Altra?" tanyaku lagi.

"Naomi."

"Selama itu, Altra pernah mewakili sekolah ikut lomba?"

Naomi menggeleng.

"Jadi, imbang dong, Naomi bolak balik ikut lomba mewakili sekolah, sekarang Altra ke pendopo juga mewakili sekolah,  Naomi berkali2 ikut, Altra baru sekali," kataku.

Naomi mengangguk2.

"Btw, kenapa Altra diajak ke pendopo?"

"Soalnya rangking 1," jawabnya.

"Naomi kemaren rangking berapa?" tanyaku.

"Empat."

"Jadi gimana?  Kalau mau ikut pendopo harusnya gimana?"

"Yaaa rangking 1 lah," jawab Naomi.

"Biar rangking 1 harus gimana?"

"Nilai-nilainya harus di atas teman2 sekelas lahhh."

"Kalau mau nilainya begitu gitu gimana caranya?"

"Belajaaaaar yang giat."

"Menurut Naomi kemaren belajar Naomi gimana?"

Dia pun cengengesan, "Iyaaa belom giattttt!"

Emaknya nyengir aja.  "Ya gak apa2 sih kak, toh kemaren kakak juga lebih sering latihan buat Popda atau O2SN.  Cuma gini, lain kali kakak harus bisa membagi waktu, latihan dan belajar harus bisa barengan."

"Oke."

Yah Nak, dengan kesibukan kamu kemaren pun masih masuk rangking 4 dengan nilai yang masih rata2 90 juga Bunda sudah senang.  Walaupun tetap harus berjuang semua sampai akhir

Senin, 03 Agustus 2015

Autism Is Not Joking



Mau nulis yang luamaaa ingin kutulis, tapi baru kesampaian sekarang.  Anggap saja momentumnya pas.  Sebenarnya juga masih bingung, mau nulis di blog yang mana, mengingat yang perempuan kuat ini khusus bicara tentang perempuan dan segala permasalahnnya, kalau yang coretan emak ini juga khusus bikin cerpen.   Ya sudahlah, disini aja, kan bicara tentang anak-anak juga ya? heheu

Ini sebenarnya masalah luamaaa, dan kayaknya "meledak" ketika seorang tokoh sekaliber Mamah Dedeh yang kesentil.  Viralnya pun cepat berkembang, antara mereka yang memang sudah geregetan sama pemakaian kata autis yang tidak pada tempatnya, juga mungkin ada yang gak sreg sama gaya ceramah beliau, plus mungkin memang senengnya cuma rame aja, masalah ini naik ke permukaan dan membuat oraang-orang yang tidak paham betul, menganggap ini bagian dari konspirasi untung menggulingkan Islam di Indonesia (Tepuk jidat aja deh).  Padahal niat awalnya adalah mengingatkan ke banyak orang, memang terutama Mamah Dedeh, untuk STOP menyamakan autis dengan mereka yang gadget Freak atau anti social.  Itu saja.  Sesungguhnya ketika Mamah Dedeh meminta maaf di TV pun, persoalan ini dianggap selesai.  Fokus bukan lagi ke Mamah Dedeh.  Kita anggap beliau sudah berbesar hati mau meminta maaf bahkan berkata "Stop menggunakan kata autis sebagai olok-olok."  Sungguh Mah, saya bangga denganmu, berani bicara seperti itu di depan publik.

Kemudian masalahnya adalah sentilan komentar, what next?  Apakah cukup dengan perkataan maaf dari Mamah Dedeh?  bagaimana dengan candaan-candaan umum yang bilang "Autis Lo," kepada temannya yang asyik main gadget dan sebodo amat sama teman-teman disekitarnya?  Tidak mungkin satu persatu kita samperin untuk bilang "Stop call them autis, they are not!  Mereka cuma sekumpulan GADGET FREAK!"

Berarti harus ada edukasi, supaya tidak mengolok-olok kata autis lagi.  Dan edukasi diawal dari media besar bernama televisi, untuk ikut andil memberikan edukasi untuk tidak lagi menggunakan AUTIS sebagai padanan yang mendeskreditkan penyandang autis.

Dan edukasi awal adalah, petisi itu dilanjutkan, bukan ke Mamah Dedeh, tetapi ke semua media, untuk ikut mengkampanyekan "Stop making jokes about autism" atau "Autism is Not Joking!"

Emak Cibi adalah orang tua yang memiliki anak autis, yaitu Mubarak dan Aisyah.  Yang bisa menyimak segala postingan beliau, maka kita paham, luar biasa emak satu ini untuk membesarkan anak-anaknya, terutama mereka yang autis.  Tidak hanya berbekal pasrah, si emak sampai ikut segala kelas parenting dan seminar tentang autisme demi mendapatkan informasi terkini tentang yang dialami buah hatinya.

Awalnya, seperti orang kebanyakan, sayapun "menggampangkan" istilah autism.  Saya pikir saat itu, wajar lah kita mengejek teman kita yang asyik dengan dunianya itu dengan sebutan "Autis lo!"

Dulu sekali sebelum menikah, saya pernah ditegur tante gara-gara bilang, "Lagi sedikit autis nih," di saat saya lagi bengong dan dikagetkan oleh beliau.

"Kata autis jangan dipake bercandaan ya, jangan sembarangan," tegurnya keras.

Saat itu saya tahu, bossnya punya 1 anak autis, dan memang luar biasa perjuangan si boss untuk support anaknya yang autis.  Waktu itu saya mikir, enggak apa-apa, tante saya bilang gitu karena dia dekat sama anak bossnya dan dia tidak mau menyakiti hati bossnya.

Saya sendiri kemudian memang jarang menggunakan kata-kata ini buat olok-olokan.

Sampai kemudian Naomi lahir dan berusia 2 tahun, sering ikut saya membantu teman saya kerja.  Anaknya ada yang autis.  Dari sana, sikap saya kepada penyandang autis berbalik 180 derajat.  Dari yang masa bodoh, jadi mulai memperhatikan dan aware.

Saya sering melihat Bimo, anak temanku yang autis ini, diejek teman-teman sekitar, hanya karena dia berbeda dibanding anak pada umumnya.  Saya pun terus terang, awal bertemu dengan dia, agak terganggu dengan sikap Bimo yang katakanlah unik dan berbeda dengan anak kebanyakan.  Sampai kemudian justru Bimo nyamana bermain dengan Naomi.  Dari sana saya bisa melihat, Bimo sama dengan anak kebanyakan, cuma dia unik pada pola pikir dan perilaku yang justru sangat natural.

Dari sana saya mulai memahani dan memberi empati kepada mereka yang autis.  Mereka bukan product failed seperti yang sempat difatwakan oleh seseakun di FB (sayang dihapus, saya agak tau kenapa, padahal itu bukti, bahwa banyak orang yang tidak benar-benar paham apa itu autism).  Mereka tidak sakit, karena secara fisik mereka sama dengan orang normal sehatnya, hanya saja mereka harus diet dengan beberapa item dan zat yang akan memicu autis behaviornya keluar, mereka juga harus terapi untuk meminimalisir autism behaviornya.  Mereka juga bukan orang cacat, karena sekali lagi, fisik mereka kebanyakan sempurna seperti anak lain, kemampuan mereka pun sama dengan anak normal pada umumnya, bahkan ada yang memiliki IQ tinggi.  Mereka tidak bodoh, hanya karena mereka tidak terbisa berbohong dan memandang dunia dengan konsep yang lebih sederhana dan manis.

Dan ketika bertemu Emak Cibi ini, wawasan saya mengenai autis pun makin terbuka lebar.  Bahwa kemudian saya pun menyadari, menyebut mereka yang anti sosial sebagai AUTIS, itu salah.  Menyebut mereka yang gadget freak itu AUTIS, itu juga salah.  Menyebut yang bodoh itu AUTIS, jelas salah besar. 

Sebaiknya dari sekarang, "Stop using word AUTISM in daily Joke!" kita mulai dari kita sendiri, kemudian tegur teman, rekan, saudara, keluarga yang menggunakan AUTIS sebagai padanan Gadget freak ataupun anti sosial, sehingga semua sadar.  Autis bukan bahan candaan dan celaan, juga olok2an