me vs maya

me vs maya
my novel

La Tahzan Perempuan Kuat

La Tahzan Perempuan Kuat
Untuk Semua Perempuan Kuat

Jurnal Sehat Emak

Jurnal Sehat Emak
Diet Sehat Ala Emak

Senin, 03 Agustus 2015

Autism Is Not Joking



Mau nulis yang luamaaa ingin kutulis, tapi baru kesampaian sekarang.  Anggap saja momentumnya pas.  Sebenarnya juga masih bingung, mau nulis di blog yang mana, mengingat yang perempuan kuat ini khusus bicara tentang perempuan dan segala permasalahnnya, kalau yang coretan emak ini juga khusus bikin cerpen.   Ya sudahlah, disini aja, kan bicara tentang anak-anak juga ya? heheu

Ini sebenarnya masalah luamaaa, dan kayaknya "meledak" ketika seorang tokoh sekaliber Mamah Dedeh yang kesentil.  Viralnya pun cepat berkembang, antara mereka yang memang sudah geregetan sama pemakaian kata autis yang tidak pada tempatnya, juga mungkin ada yang gak sreg sama gaya ceramah beliau, plus mungkin memang senengnya cuma rame aja, masalah ini naik ke permukaan dan membuat oraang-orang yang tidak paham betul, menganggap ini bagian dari konspirasi untung menggulingkan Islam di Indonesia (Tepuk jidat aja deh).  Padahal niat awalnya adalah mengingatkan ke banyak orang, memang terutama Mamah Dedeh, untuk STOP menyamakan autis dengan mereka yang gadget Freak atau anti social.  Itu saja.  Sesungguhnya ketika Mamah Dedeh meminta maaf di TV pun, persoalan ini dianggap selesai.  Fokus bukan lagi ke Mamah Dedeh.  Kita anggap beliau sudah berbesar hati mau meminta maaf bahkan berkata "Stop menggunakan kata autis sebagai olok-olok."  Sungguh Mah, saya bangga denganmu, berani bicara seperti itu di depan publik.

Kemudian masalahnya adalah sentilan komentar, what next?  Apakah cukup dengan perkataan maaf dari Mamah Dedeh?  bagaimana dengan candaan-candaan umum yang bilang "Autis Lo," kepada temannya yang asyik main gadget dan sebodo amat sama teman-teman disekitarnya?  Tidak mungkin satu persatu kita samperin untuk bilang "Stop call them autis, they are not!  Mereka cuma sekumpulan GADGET FREAK!"

Berarti harus ada edukasi, supaya tidak mengolok-olok kata autis lagi.  Dan edukasi diawal dari media besar bernama televisi, untuk ikut andil memberikan edukasi untuk tidak lagi menggunakan AUTIS sebagai padanan yang mendeskreditkan penyandang autis.

Dan edukasi awal adalah, petisi itu dilanjutkan, bukan ke Mamah Dedeh, tetapi ke semua media, untuk ikut mengkampanyekan "Stop making jokes about autism" atau "Autism is Not Joking!"

Emak Cibi adalah orang tua yang memiliki anak autis, yaitu Mubarak dan Aisyah.  Yang bisa menyimak segala postingan beliau, maka kita paham, luar biasa emak satu ini untuk membesarkan anak-anaknya, terutama mereka yang autis.  Tidak hanya berbekal pasrah, si emak sampai ikut segala kelas parenting dan seminar tentang autisme demi mendapatkan informasi terkini tentang yang dialami buah hatinya.

Awalnya, seperti orang kebanyakan, sayapun "menggampangkan" istilah autism.  Saya pikir saat itu, wajar lah kita mengejek teman kita yang asyik dengan dunianya itu dengan sebutan "Autis lo!"

Dulu sekali sebelum menikah, saya pernah ditegur tante gara-gara bilang, "Lagi sedikit autis nih," di saat saya lagi bengong dan dikagetkan oleh beliau.

"Kata autis jangan dipake bercandaan ya, jangan sembarangan," tegurnya keras.

Saat itu saya tahu, bossnya punya 1 anak autis, dan memang luar biasa perjuangan si boss untuk support anaknya yang autis.  Waktu itu saya mikir, enggak apa-apa, tante saya bilang gitu karena dia dekat sama anak bossnya dan dia tidak mau menyakiti hati bossnya.

Saya sendiri kemudian memang jarang menggunakan kata-kata ini buat olok-olokan.

Sampai kemudian Naomi lahir dan berusia 2 tahun, sering ikut saya membantu teman saya kerja.  Anaknya ada yang autis.  Dari sana, sikap saya kepada penyandang autis berbalik 180 derajat.  Dari yang masa bodoh, jadi mulai memperhatikan dan aware.

Saya sering melihat Bimo, anak temanku yang autis ini, diejek teman-teman sekitar, hanya karena dia berbeda dibanding anak pada umumnya.  Saya pun terus terang, awal bertemu dengan dia, agak terganggu dengan sikap Bimo yang katakanlah unik dan berbeda dengan anak kebanyakan.  Sampai kemudian justru Bimo nyamana bermain dengan Naomi.  Dari sana saya bisa melihat, Bimo sama dengan anak kebanyakan, cuma dia unik pada pola pikir dan perilaku yang justru sangat natural.

Dari sana saya mulai memahani dan memberi empati kepada mereka yang autis.  Mereka bukan product failed seperti yang sempat difatwakan oleh seseakun di FB (sayang dihapus, saya agak tau kenapa, padahal itu bukti, bahwa banyak orang yang tidak benar-benar paham apa itu autism).  Mereka tidak sakit, karena secara fisik mereka sama dengan orang normal sehatnya, hanya saja mereka harus diet dengan beberapa item dan zat yang akan memicu autis behaviornya keluar, mereka juga harus terapi untuk meminimalisir autism behaviornya.  Mereka juga bukan orang cacat, karena sekali lagi, fisik mereka kebanyakan sempurna seperti anak lain, kemampuan mereka pun sama dengan anak normal pada umumnya, bahkan ada yang memiliki IQ tinggi.  Mereka tidak bodoh, hanya karena mereka tidak terbisa berbohong dan memandang dunia dengan konsep yang lebih sederhana dan manis.

Dan ketika bertemu Emak Cibi ini, wawasan saya mengenai autis pun makin terbuka lebar.  Bahwa kemudian saya pun menyadari, menyebut mereka yang anti sosial sebagai AUTIS, itu salah.  Menyebut mereka yang gadget freak itu AUTIS, itu juga salah.  Menyebut yang bodoh itu AUTIS, jelas salah besar. 

Sebaiknya dari sekarang, "Stop using word AUTISM in daily Joke!" kita mulai dari kita sendiri, kemudian tegur teman, rekan, saudara, keluarga yang menggunakan AUTIS sebagai padanan Gadget freak ataupun anti sosial, sehingga semua sadar.  Autis bukan bahan candaan dan celaan, juga olok2an






Tidak ada komentar:

Posting Komentar